Mempelajari sejarah masuknya islam di indonesia mungkin
sudah pernah Anda pelajari saat duduk di bangku sekolah. Dimana sejarah
penyebaran islam di indonesia khususnya pulau jawa yaitu dilakukan oleh
para walisongo.
Dalam catatan sejarah, islam sudah
berada sejak tahun 622 ketika Allah menurunkan wahyu yang pertama kepada
Nabi Muhammad SAW. Namun di Indonesia islam dikenal pada abad pertama
hijaiyah atau tujuh masehi. Pengenalan islam di Indonesia dimulai dari
frekuensi yang tidak terlalu besar, hanya melalui perdagangan, dan
seiring berjalannya waktu pengenalan islam di Indonesia lebih intensif,
terutama di Semenangjung Melayu dan Nusantara. Beberapa bukti
peninggalan islam di Asia Tenggara adalah dua makam muslim dari akhir
abad ke 16.
Sejarah Islam
Risalah Islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di Jazirah Arab pada abad ke-7 masehi ketika Nabi Muhammad saw mendapat wahyu dari Allah swt. Setelah kematian Rasullullah s.a.w. kerajaan Islam berkembang hingga Samudra Atlantik dan Asia Tengah di Timur.
Risalah Islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. di Jazirah Arab pada abad ke-7 masehi ketika Nabi Muhammad saw mendapat wahyu dari Allah swt. Setelah kematian Rasullullah s.a.w. kerajaan Islam berkembang hingga Samudra Atlantik dan Asia Tengah di Timur.
Pesan Sponsor
Namun, kemunculan kerajaan-kerajaan
Islam seperti kerajaan Umayyah, Abbasiyyah, Turki Seljuk, dan
Kekhalifahan Ottoman, Kemaharajaan Mughal, India,dan Kesultanan Melaka
telah menjadi kerajaaan yang besar di dunia. Banyak ahli-ahli sains,
ahli-ahli filsafat dan sebagainya muncul dari negeri-negeri Islam
terutama pada Zaman Emas Islam. Karena banyak kerajaan Islam yang
menjadikan dirinya sekolah.
Di abad ke-18 dan 19 masehi, banyak
daerah Islam jatuh ke tangan Eropa. Setelah Perang Dunia I, Kerajaan
Ottoman, yaitu kekaisaran Islam terakhir tumbang.
Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam
merupakan sebuah kawasan yang dilewati oleh jalur sutera. Kebanyakkan
Bangsa Arab merupakan penyembah berhala dan sebagian merupakan pengikut
agama Kristen dan Yahudi. Mekah adalah tempat suci bagi bangsa Arab
ketika itu karana terdapat berhala-berhala mereka dan Telaga Zamzam dan
yang paling penting sekali serta Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim
beserta Ismail.
Nabi Muhammad saw. dilahirkan di Mekah
pada Tahun Gajah yaitu 570 masehi. Ia merupakan seorang anak yatim
sesudah kedua orang tuanya meninggal dunia. Muhammad akhirnya dibesarkan
oleh pamannya, Abu Thalib. Muhammad menikah dengan Siti Khadijah dan
menjalani kehidupan yang bahagia.
Namun, ketika Nabi Muhammad saw. berusia
40 tahun, beliau didatangi Malaikat Jibril Sesudah beberapa waktu
Muhammad mengajar ajaran Islam secara tertutup kepada rekan-rekan
terdekatnya, yang dikenal sebagai “as-Sabiqun al-Awwalun(Orang-orang
pertama yang memeluk Islam)” dan seterusnya secara terbuka kepada
seluruh penduduk Mekah.
Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan
pengikutnya hijrah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah. Peristiwa
lain yang terjadi setelah hijrah adalah pembuatan kalender Hijirah.
Penduduk Mekah dan Madinah ikut
berperang bersama Nabi Muhammad saw. dengan hasil yang baik walaupun ada
di antaranya kaum Islam yang tewas. Lama kelamaan para muslimin menjadi
lebih kuat, dan berhasil menaklukkan Kota Mekah. Setelah Nabi Muhammad
s.a.w. wafat, seluruh Jazirah Arab di bawah penguasaan Islam.
Sejarah Islam di Indonesia
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) (Sumber: wikipedia)
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) (Sumber: wikipedia)
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi,
hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah
Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan
Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di
Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M,
Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat
Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil
berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai
memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling
barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia
berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat
persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab
yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah,
pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H
/ 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun
peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia
terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah
satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti
Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada
jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari
penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum
ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru
pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara
secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum
Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai
dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh
Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa
kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra
Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan
15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh
kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit,
Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam
mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti
halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan
jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan
politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar
menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa
pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah
terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati
kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru
mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap
kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka
bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu /
Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin,
maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin
kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah
pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah
pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu
membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang
bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat,
yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya,
Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa,
yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah.
Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi
telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di
sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan
pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya
terbatas pada mazhab Syafi’i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan,
terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi
yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa.
Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas
dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih
menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari
kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering
bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini
berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat
jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan
Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17
seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa,
Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti
Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri
(Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar). (Sumber : ummah.com)
0 komentar:
Posting Komentar